Bukan Sebatas Program, Moderasi Beragama Harus Jadi Religious Calling

Oleh: Muhammad Faizin

Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Prof Ahmad Zainul Hamdi mengingatkan semua pihak untuk menjadikan Moderasi Beragama bukan hanya sebatas program. Ia meminta, khususnya keluarga besar Kementerian Agama, untuk menjadikan Moderasi Beragama sebagai religious calling (panggilan keagamaan).

Hal ini sebagai respons terhadap suara-suara yang menyebut program Moderasi Beragama akan berakhir ketika berganti kepemimpinan di Kementerian Agama. Ia menyebut bahwa ketika upaya positif ini dijadikan hanya sebagai program semata, maka bisa jadi Moderasi Beragama akan berakhir ketika sudah sampai pada posisi timeline-nya

“Jika Moderasi Beragama dijadikan sebagai religious calling (panggilan keagamaan) maka akan tetap di hati,” katanya pada workshop Penguatan Sindikasi Media yang diselenggarakan oleh Pusat Moderasi Beragama UIN Raden Intan Lampung di Hotel Emersia Bandarlampung, Kamis (28/9/2023) malam.

“Pertaruhannya tinggal berkeagamaan yang moderat rahmatan lil alamin ini ada di dada kita atau tidak?” tanyanya.

Ia menyebut sehebat apapun pendidikan dan pelatihan pasti dibatasi oleh waktu dan juga anggaran dana. Sehingga yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana menjadikan Moderasi Beragama sebagai panggilan hati yang bisa merebut hati publik. Jika sudah dari dalam hati, maka itulah yang akan menjadikan sesuatu abadi.

Untuk memaksimalkan dan merebut kepala serta hati publik tentang Moderasi Beragama dan penguatan Islam yang ramah, maka menurutnya narasi-narasi positif harus terus ditulis dan diproduksi secara masif dan terstruktur.

“Tulisan menjadi cara untuk menuju keabadian seperti kata bijak Pramoedya Ananta Toer ‘menulis adalah bekerja untuk keabadian’,” ungkapnya.

Kementerian Agama sebagai kementerian vertikal dengan jaringan dan sumber daya manusia yang besar menurutnya sangat mampu untuk menjadikan agama sebagai solusi dalam kehidupan, bukan malah menjadi persoalan. Dengan SDM yang ada ini, mestinya berbagai kontra narasi bisa secara masif diproduksi oleh Kementerian Agama untuk ‘menenggelamkan’ narasi negatif yang tersebar terkait agama.

Ia mencontohkan bagaimana belum maksimalnya SDM yang ada untuk ikut peduli ‘memengaruhi’ opini publik tentang berbagai hal seperti insiden haji 2023 di Muzdalifah, polemik adzan, serta hal-hal lain terkait institusi.

“Ketika hal ini viral di media sosial, maka dengan kekuatan yang ada, Kemenag seharusnya bisa dengan mudah mengatasinya. Tapi Where are you guys?” katanya kepada 17 perwakilan pengelola media Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Se-Sumatera dan Banten.

Sehingga menurut pria yang karib disapa Prof Inung ini, sindikasi media menjadi kerja strategis untuk merebut ruang publik guna menguatkan Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.

Sementara Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo mengatakan perlunya perubahan cara komunikasi di Kementerian Agama sehingga bisa dengan baik menangani permasalahan yang berkembang di media sosial. Ia pun menilai, Kemenag sebagai lembaga vertikal dengan kekuatan SDM yang masif masih cenderung pasif dalam menyikapi isu keagamaan.

“Para intelektual tersebar di mana-mana. Tingkat keilmuannya pun tidak perlu diragukan, khususnya mereka yang ada di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Jika ada kesadaran kolektif dalam memproduksi narasi-narasi positif, maka pasti akan bisa menampakkan Islam yang ramah bukan Islam marah,” ungkapnya.

Perguruan tinggi keagamaan baik yang negeri maupun swasta harus ikut ‘bunyi’ dengan bentuk kontra narasi ketika ada konten yang menjelekkan dan mempertentangkan antarumat sehingga bisa memicu konflik ketidakharmonisan.

Terlebih di era digital berbasis media sosial saat ini, banyak pihak yang memiliki motif keuntungan pribadi atau kelompok dengan ‘menunggangi’ hal yang sedang viral dan menjadi atensi publik.

“Kalau dulu ‘tuhannya’ media cetak adalah oplah. Namun media online saat ini ‘tuhannya’ adalah traffic,” ungkapnya

Sementara Rektor UIN Raden Intan Lampung Prof. Wan Jamaluddin mengungkapkan terima kasih atas dipercayanya Lampung sebagai lokasi kegiatan penguatan Sindikasi Media oleh Direktorat PTKI ini.

Sindikasi media ini menurutnya menjadi hal yang strategis dalam memperkuat dan menyosialisasikan moderasi beragama karena perlu upaya masif dalam mensosialisasikannya.

Perpres Penguatan Moderasi Beragama

Sebagai sebuah keseriusan dalam melanjutkan program moderasi beragama, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama pada tanggal 25 September 2023.

Dalam Perpres disebutkan bahwa penguatan diperlukan karena moderasi beragama merupakan modal dasar untuk keutuhan dan peningkatan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Penguatan moderasi beragama tersebut, memerlukan arah kebijakan dan pengaturan yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan.

“Peraturan Presiden ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan umat beragama dalam rangka penguatan moderasi beragama,” disebutkan dalam Pasal 2.

Penguatan moderasi beragama diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara terencana, sistematis, koordinatif, kolaboratif, dan berkelanjutan.

Baca Berita selengkapnya di Arina.id