Membedah Moderasi Beragama, LHS: Ini Adalah Upaya Penyadaran Kembali tentang Tata Cara Beragama yang Baik

Tasamuh.id – Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI periode 2014-2019 hadir langsung di Malang sebagai salah satu narasumber Training of Trainers (ToT) Penguatan Moderasi beragama di Malang.

LHS, sapaan akrab Lukman Hakim, mengurai konsep moderasi beragama Kementerian Agama. Ia menegaskan bahwa Moderasi seringkali diinterpretasi salah oleh orang yang tidak paham esensi kegiatan ini.

“Banyak yang mengira bahwa Moderasi Beragama merupakan posisi tengah antara benar dan salah, atau antara haqq dan bathil. Padahal, Moderasi yang dimaksud bukanlah hal tersebut” terangnya.

LHS melanjutkan bahwa, Moderasi yang dimaksud adalah berada di tengah antara dua kutub ekstrim; Ifrath dan Tafrith. Hal ini ditengarai oleh cara atau sikap beragama yang terlalu berada di ujung; terlalu kekanan-kananan atau terlalu kekiri-kirian.

“Yang terlalu ke kanan misalnya, ia memahami al-Qur’an dari segi tekstual tanpa memahami konteks dari ayat tersebut. Hal ini mengakibatkan pemahaman yang dangkal akan teks agama. Sebaliknya, terlalu ke kiri maksudnya ia menginterpretasi agama menggunakan logika semata sehingga melahirkan tafsir-tafsir yang bahkan memiliki potensi keluar dari makna teks al-Qur’an itu sendiri. Dalam hal ini, Moderasi berarti berada di tengah antara kedua hal di atas. Berarti moderat adalah melihat keduanya: teks dan konteks” tegas LHS.

Selain itu, istilah beragama juga harus dipahami secara mendalam. Menurutnya, Beragama dan Agama adalah dua hal yang berbeda. Moderasi Beragama bukanlah Moderasi Agama. Jadi, yang dimoderasi bukanlah Agama itu sendiri. Sebab, Agama pada hakikatnya sudah moderat. Yang menjadi problem adalah cara atau sikap beragama dari penganut suatu agama.

Ia menegaskan “nah.. sikap, cara pandang beragama inilah yang harus dibawa ke tengah. Jadi. Moderasi beragama adalah penyadaran kembali akan esensi dan tata cara beragama yang baik bagi penganut suatu agama” pungkasnya.

Di hadapan 30 peserta yang terdiri dari para pejabat struktural UIN Malang ini, LHS menegaskan bahwa perbedaan seringkali timbul di ranah yang furu’iyyah, bukanlah Ushuliyyah. Jika perbedaan itu di ranah Furu’iyah, maka tidak ada cara lain selain bertoleransi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *