Oleh: Halimi Zuhdy*
Membaca Ayat ini, seperti belajar kehidupan ratusan tahun. Mengapa?. Karena banyak orang yang sudah belajar dan membaca, tetapi belum memahami bahwa kehidupan ini penuh dengan sinergitas. Tidak semua orang harus dituntut menjadi kaya, bagaimana andai semua orang kaya? Terus siapa yang akan bekerja untuk memenuhi orang yang kaya tersebut?!. Dan tidak juga semuanya harus hidup miskin, terus siapa yang memberikan lapangan pekerjaan pada mereka miskin?!.
Semuanya seperti paku dan kayu, tidak semuanya harus menjadi kayu, atau semuanya menjadi paku. Demikian juga, tidak semua harus menjadi jarum yang keras, tetapi ada menjadi kain yang lembut. Bisa dibayangkan andai jarum lembut seperti benang, dan bisa dibayangkan andai kain keras seperti jarum, maka tidak akan bisa menjadi pakaian sehari-hari!. Beda lagi dengan baju perang lo.
Apakah semua orang dituntut sehat?!. Ia dong, tapi pada kenyataannya tidak semua orang sehat kan?! Ada yang sakit dan sakit-sakitan. Kalau semuanya orang sehat, siapa yang mau menjadi dokter? Jurusan Kedokteran mungkin akan sepi peminat. Maka, orang yang lahir ke muka bumi bermacam-macam, di situlah rahmat yang sangat luar biasa. Sehingga terjadi sinergisitas antar masnusia. Dan dilarang iri dan dengki, karena sudah dibagi-bagi, karena dengan kedengkian dan iri hati akan merusak sinergisitas. Benar tidak ya?!
Artinya, hidup itu sudah diatur oleh Allah, sudah dibagi-bagi dengan perannya, dan tugas manusia adalah taat atas perintahnya dan bersyukur atas segala pemberiannya.
Mana Ayatnya?!!!! Ini nih. Keren lo.
اَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗوَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
32. Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan Rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Terbayang tidak, orang kaya berhenti mencari kekayaan? Setelah menjadi kaya, apakah mereka selalu merasakan bahagia? Belum tentu kan!?.
Kebahagiaan bukan karena menjadi kaya. Kebahagiaan apabila bersyukur atas apa yang telah didapatkan, diperoleh, dan dihasilkan. Maka, tidak menunggu bahagian kemudian bersyukur, tetapi bersyukurlah maka akan menemukan kebahagiaan.
Demikian pula dengan jabatan, kemasyhuran, dan lainnya. Ia tidak akan pernah selesai, tidak akan pernah puas, bahkan akan terus dicari, diburu, dikejar walau sampai ke lubang semut. Yang mampu meredam dari sekian ketidakpuasan adalah syukur. Syukur karena qanaah (merasa cukup) terhadap pemberiaan-pemberian Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah;
كُنْ وَرعًا تَكنْ أعبدَ الناسِ، وكنْ قنعًا تكنْ أشكرَ الناسِ
“Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur”.
Dalam al-Qur’an ada beberapa kepastian apabila seseorang melakukan sesuatu, di antaranya adalah bersyukur
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
7. (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
Apa yang ditambah? Dalam Tafsir Al-Alusi, seseorang akan bertambah nikmatnya, ketaatannya kepada Allah, dan selalu ridha akan pemberianNya. Dalam Tafsir Al-Razi, akan bertambah nikmat ruhaniah dan nikmat jasadiyah. Ruhaniah, ia akan semakin taat kepada Allah, selalu sibuk bersyukur atas apa yang diberikanNya, selalu berbuat baik kepada orang lain, dan selalu mencari bagaimana ia dicintai Allah. Sedangkan jasadiyah, ia diberikan nikmat yang lebih, sedangkan kadarnya Allah yang Maha Tahu, karena setiap orang diberikan kadar yang berbeda.
Sebanyak apapun materi, semasyhur apapun sebuah nama, setinggi apapun pangkat, tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, apabila tidak ada syukur di dalamnya. Tetapi sebaliknya, di gubuk yang reot, mengais-ngais sampah, tidak pernah terbaca khalayak, tetapi syukur selalu mengembang dalam dirinya, maka kebahagiaan akan selalu dirasakannya.
Imam Hasan al-Bashri berkata, “Sesungguhnya Allah memberi nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jika seseorang tidak mensyukurinya, maka nikmat tersebut berbalik jadi siksa.
Jika Kita merenungi dengan serius ayat kehidupan ini, maka niscaya kita akan menemukan kebahagiaan yang hakiki. Bahagia, karena tidak menunggu Bahagia, namun karena selalu bersyukur atas segala nikmat yang dikaruniakan Allah. maka mari terus bersyukur agar kita dapat menemukan arti kebahagiaan sesungguhnya.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Editor: Nur Indah